Selamat Datang Pembaca

Tentang Mimpi dan Berbagi

04/11/11

Sebuah Analogi : Bukan Kisah Sebenarnya

Saya kira cinta dapat tumbuh dari proses interaksi yang panjang dan lama. Mungkin benar, tapi kasus saya adalah sebuah pengecualian. Dua tahun saya hidup dengannya, berbagi apa yang mungkin bisa saya bagi. Ruang dan waktu. Namun perasaan cinta itu tak kunjung terbit. Saya masih tak dapat merasakan rasa dari kebersamaan ini. Saya tak juga menemukan sebuah perasaan yang mungkin tumbuh dari sebuah interaksi kebersamaan yang telah cukup panjang. Dia, yang hampir 24 jam berada disamping saya, masih terasa asing. Saya tak menemukan apa yang saya cari pada dirinya. Dia, belum juga mampu mengalihkan haluan saya dari dermaga yang ingin saya singgahi. Entah, siapa yang sebenarnya salah? Dia, memang sosok yang tanpa cela bahkan mungkin istimewa, tetapi dia belum punya kemampuan mencuri perhatian saya. Berulang kali saya menata ulang hati saya untuk dapat mencintainya, tapi saya kembali pada kesimpulan: saya belum bisa.

Saya tak mungkin lari dan pergi begitu saja meninggalkan dia. Jelas, saya tak punya cukup alasan kuat untuk melakukan itu. Lagipula apa yang akan orang katakan terhadap saya? Perempuan tak tahu diri? Tak tahu diuntung?? Bahkan saya mungkin akan dicap sebagai anak yang tak berbakti. Tak ada pilihan lain selain menjalani kebersamaan ini. Hingga sekarang saya masih berusaha mencari celah, dari sisi manakah padanya yang bisa saya jatuhi cinta. Lama saya berpikir, akhirnya saya sampai pada satu pemahaman, bahwa terkadang sebuah kebersamaan tidak selamanya harus bersandar pada perasaan saling mencintai. Pada situasi tertentu, terkadang kebersamaan tak lebih sekedar janji, kewajiban, tuntutan yang –mau tak mau- harus dijalankan. Saya mungkin tak punya cinta untuknya, hanya saja entah mengapa saya merasa bertanggung jawab terhadapnya. Toh, sebuah kebersamaan tanpa cinta akan lebih baik daripada selalu sendiri.

Ketika saya mengenakan sebuah topeng.

Tidak ada komentar: