Selamat Datang Pembaca

Tentang Mimpi dan Berbagi

12/04/12

Lagi, Aku Tak Berhak Kecewa

Karena akulah yang pertama kali membuka celah untuk membiarkan kekaguman ini tumbuh memekar. Akulah yang telah lalai, membiarkan kekaguman yang sederhana menjadi warna merah membahana, dan bila malam ini aku kecewa, ini adalah salahku.
Yah, sebenarnya aku tak berhak kecewa. Sebagaimana aku tak berhak memupuk perasaan yang tak seharusnya tumbuh. Malam ini lagi-lagi aku merasa terpatahkan. Baru saja ingin berharap, tapi kenyataan telah memangkas habis harapan itu. Tak tersisa, sepertinya tak ada ruang untukku.
Allah, lagi-lagi aku harus sadar bahwa perasaan yang tersembunyi ini memang tak berhak tampak.

I just have not met him yet,
mungkin aku tak akan lagi kecewa ketika aku bertemu dengan sosok yang memang hak ku.

Perasaan ilegal memang selalu mengecewakan.

Allah, ampuni aku atas perasaan ini! Bantu untuk sekedar bernafas lega dari sesak yang menyiksa. Aku tahu, tanpa aku memilihpun, Engkau sudah memilihkannya untukku, hanya saja aku belum tahu.

Kembali perbaiki hati.
Sad. :(

03/04/12

Anak yang Baik Berawal dari Ibu yang Baik

“Sholih, kardus makanannya jangan diacak-acak, kasian Amahnya cape ngeberesin!! Ayo dong, anak sholih itu selalu denger apa kata Umminya..” pinta Ummi sambil meraih tangan si kecil Riki untuk menjauh dari tumpukan kardus-kardus makanan.

Saya yang sedang melipat kardus tak jauh dari Riki, tersenyum. Ada sebuah perasaan tentram ketika saya memperhatikan betapa Ummi tak pernah mengeluarkan suara lantang bahkan saat Riki, si bungsu yang belum juga genap enam tahun, melakukan kenakalan. Begitupun Ummi selalu memanggil nama anak laki-laki satu-satunya dengan sebutan sholih.

Hal ini sangat berbeda dengan apa yang pernah saya lihat atau dengar pada kasus orang tua dan anak lainnya. Tak sedikit para Ibu memarahi si kecil yang berulah dengan memaki-makinya, menyebut sang anak dengan panggilan yang sungguh tidak pantas. Bahkan ada pula yang berakhir dengan sentuhan tangan. Saya jadi berpikir, apa kiranya yang hendak ditanamkan oleh sang Ibu bagi anaknya? Anak kecil itu menyerap semua yang dicontohkan oleh kedua orang tuanya. Maka tak heran bila akhirnya sang anak berperilaku tidak sopan, orang tuanya pun tidak mengajarkannya arti sopan santun.

Keluarga adalah sekolah pertama seorang anak, terutama sang Ibu. Orang tua bertanggung jawab dalam membentuk karakter dasar seorang anak. Sebagaimana sebuah hadits mengatakan bahwasanya seorang anak lahir dengan keadaan suci, orang tuanyalah yang akhirnya bertanggung jawab menjadikan ia majusi, kafir atau beriman.

Sosok Ibu adalah madrasah pertama bagi seorang anak. Padanyalah sang anak akan belajar, sehingga bila ingin anak yang baik maka jadilah seorang Ibu yang baik. Dalam hal mendidik anak, sebuah panggilanpun akan sangat besar pengaruhnya. Saya pernah mendengar pada sebuah percobaan, nasi yang diumpat oleh perkataan negatif akan cepat membusuk dibanding dengan nasi yang diperdengarkan kalimat-kalimat positif.

Saya teringat pengalaman salah satu teman asrama saya. Waktu itu, si ukhti yang memang berasal dari Subang sedang memfermentasi sari nanas untuk dijadikan nata de nanas, (lupa kalo nata yang dibuat dari nanas apa ya namanya? J). Dia meminta saya dan teman-teman satu blok untuk mengucapkan kata-kata positif bila berada di kamarnya. Dasar saya yang jail, saya malah sengaja mengeluarkan kata-kata negatif, bilang jelek lah, gak akan berhasil dan sebagainya. Teman saya itu merajuk, “Teh Thya, jangan bilang gitu! Nanti dia merespon..”

Kalau dipikir-pikir, benda mati saja sangat terpengaruh oleh sebuah sugesti kalimat, apalagi seorang anak kecil, manusia berhati dan berakal. Hemm..jadi Ibu-Ibu dan calon Ibu, panggillah darah daging kita dan kalian sendiri dengan panggilan yang bagus, biar jadi do’a.

Lalu bagaimana agar menjadi Ibu yang baik? Tak lain adalah dengan pendidikan, baik itu pendidikan agama maupun umum. Makanya, pendidikan itu penting bagi seorang wanita. Gak mungkin dong bisa menghasilkan generasi brilian dari seorang Ibu yang tidak terdidik?? So, yuk kita jadi Ummi yang baik untuk si buah hati.

Saat saya menikah nanti dan punya anak, semoga saya sudah menjadi seorang Ummi yang baik. Jadi teringat kuliah PAI semester 3, sang dosen waktu itu berujar, salah satu hak seorang anak adalah ayah dan ibu yang baik. Makanya cari jodoh yang sholih! J
Abi, di senja nanti kita bersua..
Hahaa...geli banget ya??