Selamat Datang Pembaca

Tentang Mimpi dan Berbagi

26/11/11

Gunung Tangkuban Perahu : Sebuah Kisah Kasih Tak Sampai

Gunung Tangkuban Perahu adalah taman wisata alam populer di provinsi Jawa Barat, tepatnya berada di perbatasan Bandung dan Kabupaten Subang. Objek wisata yang satu ini tidak hanya terkenal karena keindahan panorama alamnya saja, tetapi (berdasarkan analisis pribadi) juga karena legenda rakyat yang melatarinya. Masyarakat Sunda tentu tidak akan asing lagi dengan kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi.

Legenda bermula saat Bunda Dayang Sumbi mengusir sang anak yang bernama Sangkuriang karena tega membunuhnya ayahnya sendiri yang merupakan seekor anjing bernama Tumang. Bertahun-tahun Ibu dan anak tersebut tidak saling bertemu. (Mungkin, kalau teknologi sudah canggih mereka akan saling bertukar kabar lewat BBM, J). Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda tampan nan rupawan lagi gagah dan Dayang Sumbi sangat beruntung dikaruniai wajah yang tak kenal tua alias awet muda oleh Sang Hyang Widi.

Singkat cerita keduanya pun bertemu. Mereka yang tidak saling mengetahui asal-usul satu sama lain akhirnya saling menjatuhkan dan dijatuhi cinta. Sayang, suatu hari Dayang Sumbi akhirnya tahu bahwa pria yang dicintainya itu adalah darah dagingnya sendiri. Dayang Sumbi lalu menjadi ‘galau’, akhirnya dia mengajukan sebuah permintaan yang mustahil dapat dipenuhi oleh seorang manusia. Apakah itu? Ternyata pikiran Dayang Sumbi lebih ‘canggih’ dari cewek-cewek matre zaman sekarang. Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membendung sungai Citarum dengan tak lupa membuat perahu layar untuk mereka berlayar berbulan madu. Kesemua itu harus diselesai dalam waktu satu malam saja. Ajaib kan?

Sangkuriang, di tengah gelora cintanya pada Dayang Sumbi menyetujui permintaan tersebut. Meniru sebuah iklan minuman suplemen, LAKI? Pantang menyerah. Sangkuriangpun segera membuat perahu layar dibantu dengan tenaga kerja luar keluarga dari dunia jin. Menjelang dinihari pekerjaan Sangkuriang hampir rampung. Dayang Sumbi yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi harap-harap cemas. Lalu diapun berdo’a dan Bim Salabim, dengan bantuan kain sakti yang dikebatkan sehingga tampak seperti siluet mentari pagi, Dayang Sumbi berhasil mengelabui Sangkuriang. Pendeknya Sangkuriang gagal memenuhi permintaan Dayang Sumbi, gagal juga memdapatkan cinta sang perempuan idaman.

Penuh dengan perasaan kesal, marah, kecewa Sangkuriangpun menendang perahunya yang hampir rampung tersebut (namun sayang, tendangan Sangkuriang masih terlalu melebar. lho??? J) dan tring, beratus-ratus tahun berlalu akhirnya perahu tersebut membentuk sebuah gunung yang kini kita kenal dengan sebutan gunung Tangkuban Perahu. (terbersit pikiran dalam benak saya, kalau saja sesudah ditendang perahunya masih pada posisi semula alias terlentang, mungkin sekarang nama gunungnya Nangkarak Perahu kali ya? Aduh, untung telungkup, kalau enggak, namanya gak asik banget. Gak ada nilai jual. he)

Ya begitulah legenda Tangkuban Perahu. Dari legenda itu saya belajar satu hal mengenai perilaku manusia dalam menghadapi cinta. Sejak dulu ternyata cinta selalu meminta perjuangan dan pengorbanan. Orang-orang yang tengah dipenuhi rasa cinta ternyata mampu melakukan apapun bahkan hal-hal yang diluar nalar manusia. Demi memperoleh cinta Dayang Sumbi, Sangkuriang bertindak affair dengan meminta bantuan lelembut untuk merancang sebuah perahu, (meskipun mungkin waktu itu memang sedang zamannya). Akan tetapi pada akhirnya, Sangkuriang tetap saja mengalami -sebagaimana yang digambarkan group band Padi- ‘Kasih Tak Sampai’.

Terlepas dari legenda yang berkembang di masyarakat, saya jauh lebih percaya bahwa gunung Tangkuban Perahu terbentuk akibat proses alam atas kehendak ALLAH SWT. Gunung Tangkuban Perahu adalah satu dari sekian milyar, triliyun bukti kekuasaan ALLAH. Pengalaman saya menjejakkan kaki di sana membuat saya sadar betapa kecilnya saya di jagad semesta ini. Hamparan gunung batu, udara yang sejuk dan dingin serta bau belerang dari kawah yang mengitari kawasan Tangkuban Perahu. Ehmm, saat saya memejamkan mata, sepertinya semua komponen tersebut ada dihadapan saya dan baru saja saya alami. Tiga buah batu saya kantongi saat pulang dari Tangkuban Perahu. Secarik kertaspun saya tinggalkan di salah satu sudut kawasan tersebut. Suatu hari nanti, saya akan kembali ke sana mengambil secarik kertas itu dan mengembalikan tiga buah batu yang pernah saya ambil. (moga kertasnya belum lecek, amin.)

Tangkuban Perahu,

Simpan separuh hati saya ya! Suatu hari nanti saya akan kembali menjejak tanahmu dengan mimpi yang telah menyata..

(Baru sempat saya tulis ide asing yang mengalir selama perjalanan ke Tangkuban Perahu 16 Oktober lalu.)

Juara Tanpa Mahkota Sepakbola

Kejuaraan SEA GAMES (South East Asian Games) baru saja berlalu dari pandangan mata kita. Ada banyak kisah yang terurai selama perhelatan akbar negara-negara Asia Tenggara tersebut, menang-kalah serta suka-duka menyelimuti sebelas negara yang bertanding selama 12 hari (11-22/11) di dua kota besar Indonesia, Jakarta dan Palembang. Indonesia, sebagai tuan rumah, tak hanya sukses menggelar event besar tersebut, tetapi juga berhasil menjadi juara umum dengan mengoleksi lebih dari 180 emas dari 43 cabang olahraga yang dipertandingkan. Sebuah prestasi yang cukup membanggakan mengingat selama bertahun-tahun masa penantian itu, akhirnya gelar juara umum itu kembali diraih oleh kontinen Indonesia.
Menelisik masa-masa sebelum penyelenggaran SEA GAMES ada banyak kendala mengenai Indonesia yang didaulat menjadi tuan rumah. Mulai dari isu penggelapan uang wisma atlet di Palembang hingga kesiapan Indonesia sendiri sebagai panitia tuan rumah, dimana pembangunan sarana olahraga berjalan lamban dan molor dari jadwal yang telah ditentukan. Kendala tersebut menimbulkan beragam reaksi dari banyak pihak termasuk masyarakat umum, banyak yang menyangsikan bahwa pembangunan sarana olaharaga bisa selesai tepat waktu. Namun, akhirnya kita dapat berlega hati karena sarana pertandinganpun selesai dan dapat dipergunakan dengan selayaknya.
Setelah diburu waktu saat pembangunan sarana pertandingan, selama 12 hari kejuaraan SEA GAMES, kontingen Indonesia menunjukkan performance yang luar biasa dalam setiap cabang olahraga yang diperlombakan. Begitupun supporter Indonesia tak habis-habisnya mendukung para atlet untuk dapat memberikan kemenangan atas nama Indonesia. Baik di Jakarta dan Palembang, gaung teriakkan “Indonesia Bisa” membahana di setiap tempat pertandingan dan terbukti, Indonesia memang bisa mendulang banyak emas dan menjuarai juara umum. Sayangnya, gelar juara umum itu menjad kurang lengkap tanpa sumbangan emas dari cabang olahraga sepakbola.
Sepakbola, ya cabang olahraga dengan supporter terbesar, terbanyak dan mungkin terfanatik. Sepak bola, cabang olahraga yang diminati oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia, belum berhasil menyabet medali emas pada turnamen SEA GAMES kali ini. Timnas U-23 dipaksa tunduk oleh timnas malaysia melalui drama adu penalti setelah melewati waktu pertandingan dengan segenap perjuangan dan semangat membara. Ya, lagi-lagi Indonesia harus mengalah terhadap negara satu rumpun yang memang tak pernah ‘akur’ itu . Indonesia dan Malaysia selalu menjadi musuh bebuyutan dan berhadapan dalam turnamen sepakbola. Setelah beberapa waktu yang lalu timnas Indonesia harus kalah dari Malaysia di ajang piala AFF, cakar garuda mudapun belum berhasil melumpuhkan sepak terjang harimau himalaya.
Pelatih Indonesia, Rachmad Darmawanpun membeberkan alasan kekalahan anak asuhnya usai pertandingan melalui press conference. Banyak memang yang dijelaskan, termasuk masalah stamina pemain dan kesiapan dalam menghadapi drama adu penalti. Kekalahan Indonesia memang meminbulkan luka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia. Rasa kecewa bercampur haru menggantung di langit Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senin malam (21/11). Tetapi terlepas dari medali apakah yang diperoleh oleh Indonesia, timnas U-23 telah menunjukkan permainan yang sangat cantik dan menawan. Mungkin, sekarang dewi fortuna memang belum singgah pada Indonesia. Satu hal penting yang harus dicatat adalah sebagai masyarakat Indonesia, jangan pernah berhenti untuk selalu mendukung timnas, karena sejatinya itulah kemenangan yang sebenarnya.
Api obor SEA GAMES memang telah ditiup padam. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Gelar juara umum tak seharusnya membuat Indonesia menjadi berbangga hati dan besar kepala. Selama 12 hari perhelatan akbar itu, PR besar Indonesia adalah selalu dan terus memaksimalkan potensi dan kemampuan para atlet. Bukan hanya larut dalam euforia yang semarak dan janji bonus yang melimpah, tetapi juga pembinaan dan peningkatan potensi dan kualitas atlet serta pengadaan sarana dan prasarana agar atlet Indonesia semakin juara, tak hanya di kawasan Asia Tenggara tetapi juga lintas benua. Akhir kata, Congrats for Indonesia..! I love u.. J

09/11/11

EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

PEMANFAATAN SDA DALAM KEGIATAN EKONOMI

Dewasa ini, dimana perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat telah mendorong tingkat konsumsi dunia semakin meningkat. Keadaan global semakin memperluas pembangunan di pelbagai aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Secara umum, ekonomi merupakan bidang yang mempelajari usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sedangkan sumber daya alam sebagai alat pemenuh kebutuhan sifatnya terbatas.

Jika dilihat, ekonomi dan SDA Lingkungan merupakan dua hal yang kontradiktif. Ekonomi menganggap bahwa SDA Lingkungan merupakan input untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai pemenuh kebutuhan. Sedangkan SDA Lingkungan merupakan kajian mengenai pengelolaan lingkungan agar tetap lestari. Terkait dua pemahaman tersebut maka muncullah kajian mengenai dua bidang tersebut yaitu ekonomi sumber daya alam dan lingkungan.

Pada dasarnya ekonomi sumber daya alam dan lingkungan berupaya agar pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia dapat berlangsung secara berkesinambungan. Bagaimana kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dengan tidak mengabaikan kelestarian SDA lingkungan. Isu pemanfaatan SDA oleh manusia adalah kelangkaan atau scarcity.

Scarcity adalah suatu keadaan dimana kebutuhan manusia yang tidak terbatas harus dihadapkan pada SDA yang keberadaannya terbatas. Kelangkaan tersebut dibahas oleh beberapa teori diantaranya:

· Teori Malthusian, dikenalkan oleh Thomas Malthus.

Malthus menyatakan bahwa kelangkaan disebabkan karena pertumbuhan manusia tidak diimbangi oleh perningkatan ketersediaan pangan. Menurutnya pertumbuhan manusia menurut deret ukur sedangkan ketersediaan pangan menurut deret hitung. Sehingga pada suatu masa akan terjadi kelangkaan pangan.

· Teori Ricardian, dikenalkan oleh David Ricardo

Menurut Ricardo kelangkaan disebabkan karena penurunan kualitas lahan dan kesuburan sehingga diperlukan input yang lebih banyak. Degradasi lahan menyebabkan output yang dihasilkan menurun dan keuntungan menjadi berkurang

· Teori John Struatmill mengatakan bahwa kelangkaan terjadi karena lemahnya sistem kelembagaan dan tidak ramah sosial.

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada perkembangannya menganalissa dampak aktivitas ekonomi manusia terhadap lingkungan, pilihan dan tingkah laku manusia berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya manusia serta perubahan lingkungan yang terjadi karenanya. Ekonomi sumber daya alam lingkungan memiliki ciri-ciri:

  • Terbentuk sebagai proses alamiah
  • Digunakan untuk memenuhi kebutuhan
  • Memiliki nilai (value)
  • Memiliki oportunity cost
  • Mempunyai sifat kelangkaan

Selain itu ekonomi sumber daya alam dan lingkungan memiliki karakteristik sebagai berikut :

· Ekonomi SDA lingkungan memperhatikan eksternalitas, yaitu suatu keadaan dimana kegiatan produksi atau konsumsi mempengaruhi kegunaan faktor lain yang tidak diinginkan, dan faktor yang mendorong keadaan tersebut tidak memberikan kompensasi pada pihak yang terkena dampak

· Ekonomi SDA lingkungan memperhatikan indivisibility public goods

· Ekonomi SDA lingkungan memperhatikan kebijakan dan kelembagaan terkait dengan SDA lingkungan

· Ekonomi SDA lingkungan memperhatikan pengalokasian SDA

· Ekonomi SDA lingkungan memperhatikan kesejahteraan sosial (social welfare)

Dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan harus berdasarkan pada pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan tiga dimensi yaitu ekonomi, ekologi dan sosial (pemerataan kesejahteraan masyarakat). Saat ini isu-isu dalam pengelolaan SDA diantaranya adalah:

· Terbatasnya ketersediaan SDA sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas

· Adanya pengalihan dari penggunaan SDA renewable ke SDA non renewable

· Pemanfaatan SDA yang tidak lagi bijaksana dan seringkali hanya memperhitungkan jangka pendek

· Lokasi dan cadangan SDA yang sulit dijangkau

· Pengaruh permintaan pasar menyebabkan eksplorasi SDA secara besar-besaran

Kelangkaan dapat dihindari dengan beberapa upaya berikut:

· Peningkatan teknologi

· Penggunaan SDA substitusi

· Perdagangan

· Eksplorasi dan penemuan

· Pemanfaatan kembali dan daur ulang

PERAN KELEMBAGAAN DALAM PENGELOLAAN SDA LINGKUNGAN

Kelembagaan dalam pengelolaan SDA lingkungan merupakan seperangkat aturan main yang mengendalikan penentuan tindakan dalam mengelola dan mengatur SDA dalam hal pengalokasian SDA agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kelembagaan berperan dalam upaya pencapaian sasaran, menghingdari konflik yang mungkin muncul dalam pengelolaan SDA.

Diakui saat ini peran kelembagaan dalam upaya pengelolaan SDA lingkungan masih lemah, sehingga seringkali terjadi penyalahgunaan atau eksplorasi besar-besaran terhadap SDA yang pada akhirnya malah merugikan manusia sendiri. Pemerintah perlu melakukan sebuah upaya untuk mengaktifkan kembali peran kelembagaan untuk mencapai pemanfaatan SDA yang tepat guna dan optimal.

EKONOMI SUMBER DAYA LAHAN

Pembangunan yang terus-menerus tidak jarang memunculkan konflik lahan diantara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Dimana-mana terjadi pergeseran fungsi lahan serta penyempitan lahan produksi pertanian. Memang, dalam menghadapi konflik lahan tersebut, terkadang timbul sikap serba salah. Ambil contoh salingrebut lahan antara sektor pemukiman dan pertanian. Satu sisi, tempat tinggal sangat dibutuhkan sebagai tempat bernaung, tapi di sisi lain manusia tentu tak akan bisa melewatkan perutnya tanpa sekerat makanan.

Menanggapi hal tersebut perlu ada usaha pengalokasian lahan seefektif mungkin. Perlu ada zonasi agar sektor-sektor yang membutuhkan tidak perlu saling berebut pemanfaatan lahan. Menurut teori ESDAL, nilai suatu lahan ditentukan oleh tiga faktor yaitu:

· Tingkat kesuburan tanah

· Lokasi tanah, ini berkaitan dengan jarak kedekatan suatu lahan dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi

· Nilai kelestarian lingkungan

EKONOMI SUMBER DAYA AIR

Air merupakan sumber daya yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup semua makhluk hidup. Air di permukaan bumi ini memiliki jumlah yang tetap, hal ini disebabkan karena air mengalami siklus hidrologi. Kebutuhan akan air pada setiap aspek kehidupan seringkali menimbulkan konflik diantara pemakai air, karena meski air merupakan public goods dengan kelimpahan yang tetap di permukaan bumi, tetap saja ada ruang dan masa dimana air menjadi sulit ditemukan seperti pada saat musim kemarau.

Kendala tersebut perlu diatasi dan pemerintah memiliki peranan penting diantaranya:

· Membentuk dan melaksanakan peraturan seperti pencegahan limbah terhadap air baik dari rumah tangga maupun industri

· Membangun sarana pengelolaan air sebagai proyek kepentingan umum, contohnya pembangunan irigasi, PDAM, PLTA dan perencanaan DAS

· Analisis AMDAL

· Pengelolaan air dengan konservasi lingkungan hidup

· Ditetapkannya kebijakan pajak dan retribusi

Permasalahan dalam pengelolaan air, diantaranya

· Perhitungan ekonomi

· Pilihan antara sumber daya alam yang baru dan perbaikan sumber daya alam yang telah ada

· Water conservation

Isu-isu dalam pengelolaan sumber daya air

· Bagaimana pengalokasian air diantara pengguna air dari sektor pertanian dan sektor non pertanian

· Bagaimana mengupayakan ketersediaan air tanpa mengenal rentang waktu, sehingga air tetap tersedia dengan cukup meski di musim kemarau

· Bagaimana mendistribusikan air diantara wilayah pengguna air secara merata

· Bagaimana seharusnya manajemen pengelolaan air yang tepat dan optimal

08/11/11

Kapabilitas Teknologi dalam Standarisasi Produk pada Perdagangan Internasional

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era kemajuan teknologi dan informasi dewasa ini proses perdagangan antar negara semakin pesat terjadi. Tak ada satu negarapun di dunia ini yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, sekalipun negara tersebut sangat menutup diri di kancah internasional. Adanya perdagangan internasional sangat memungkinkan suatu negara memperluas jaringan pasarnya dan memasok produknya ke negara tujuan, sebaliknya negara lainpun akan dengan mudah memasukkan barang hasil produksinya ke negara tersebut dan bersaing dengan produk dalam negeri.

Secara definitif, perdagangan internasional dapat dijabarkan sebagai suatu proses perdagangan (jual-beli) yang dilakukan antar penduduk dari dua negara berbeda sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui bersama. Penduduk dalam hal ini bisa berarti perseorangan dengan perseorangan, perseorangan dengan lembaga atau pemerintah atau antar pemerintah dari kedua negara. Pada kenyataan proses perdagangan internasional jauh lebih rumit dan kompleks dibanding perdagangan nasional. Mengapa? Ini karena disebabkan beberapa hal diantaranya:

1. Proses perdagangan melewati batas-batas kenegaraan dan melalui berbagai peraturan baik dari negara pemasok produk maupun negara tujuan pemasaran

2. Kentalnya perbedaan kultur budaya antar negara serta pemberlakuan peraturan, adat istiadat dalam mengatur perdagangan yang tidak sama.

Meski dalam proses perdagangan terkesan rumit dan kompleks, namun ada banyak keuntungan yang diperoleh dari perdagangan internasional. Salahsatunya menambah keuntungan dengan jaringan pemasaran yang meluas. Namun, tentu saja memperoleh pasar di kancah internasional tidaklah mudah. Sebagai produsen, suatu negara pemasok harus memahami produk seperti apa yang diinginkan konsumen, hal tersebut sesuai dengan teori ekonomi mikro, agar proses produksi dapat berjalan seefektif mungkin dan biaya produksi dapat melalui manajemen yang tepat.

Selain itu, dalam perdagangan internasional, barang-barang yang diproduksi tentu harus sesuai dengan standar yang telah disepakati secara internasional sehingga negara pemasok harus melakukan standarisasi mengingat persaingan semakin ketat dalam pasar global saat ini. proses standarisasi ini tidak hanya akan memudahkan dalam proses perdagangan internasional saja, melainkan pula akan melindungi produk barang dan jasa dalam sirkulasi perdagangan global maupun perdagangan dalam negeri.

Proses standarisasi tentu saja harus diikuti dengan teknologi yang capable, karena kurangnya kapabilitas teknologi malah akan mengurangi tercapainya jaminan mutu yang diharapkan. Hal ini pada akhirnya hanya akan menyebabkan proses standarisasi menghambat kinerja perusahaan produsen dan mengurangi daya saing dalam kancah nasional maupun internasional (Iwan dan Ni Made, 2008). Dalam pembahasan kali ini, akan difokuskan bagaimana kapabilitas teknologi berpengaruh dalam perdagangan internasional sebagai determinan dalam menetapkan standarisasi barang dan jasa hasil produksi.

1.2 Tujuan

Pembahasan Kapabilitas Teknologi dalam Menentukan Perdagangan Internasional ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis sejauh mana kapabilitas teknologi mempengaruhi proses terjadinya perdagangan internasional, termasuk proses standarisasi agar produk memiliki daya saing di kancah internasional namun tetap terproteksi dalam perdagangan dalam negeri.

II. PEMBAHASAN

Dalam perdagangan internasional terdapat faktor-faktor yang menentukan proses terjadinya perdagangan tersebut diantaranya:

· Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri

· Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara

· Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi

· Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.

· Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.

· Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

· Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.

· Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

Sebagaimana disebutkan dalam bab pendahuluan, bahwasanya munculnya perdagangan internasional sangat memungkinkan suatu negara untuk memperluas jaringan pemasarannya. Namun keuntungan tersebut bukan tanpa resiko. Agar produk suatu negara dapat diterima oleh masyarakat internasional tentu produk tersebut harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan secara internasional termasuk memenuhi standar negara tujuan distribusi produk. Karenanya negara pemasok harus memahami pentingnya standarisasi dari produk yang dihasilkan, sehingga produknya tersebut tidak hanya diterima oleh internasional tetapi juga akan ‘aman’ dalam persaingan di perdagangan dalam negeri.

Standarisasi merupakan upaya penentuan ukuran dalam memperoduksi suatu jenis barang atau produk. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 PP no. 102/2000 mengenai standar nasional, standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilakukan secara tertib dan dilakukan secara tertib dan bekerja sama dengan pihak terkait. Proses standarisasi ini tidak hanya akan mengindikasikan kredibilitas suatu produsen namun juga payung untuk melindungi konsumen. Standarisasi yang buruk tentu akan merugikan produsen dalam perdagangan baik itu nasional maupun internasional. apalagi di perdagangan global seperti saat ini, standarisasi akan sangat berpengaruh. Produk yang tidak memenuhi standar tidak memiliki daya saing dan bisa dipastikan kalah.

Standarisasi menunjukkan jaminan mutu suatu produk yang akan menjadi proteksi bagi produk tersebut saat memasuki pasar bebas. Standarisasi akan turut melindungi produk-produk dalam negeri dari serbuan barang-barang impor yang jauh memiliki daya saing, juga akan mendorong produk tersebut untuk bersaing di pasar internasional. Kesadaran konsumen saat ini mengenai standar produk yang layak untuk dikonsumsi mengindikasikan bahwa standarisasi merupakan faktor primer dalam hal perdagangan. Standarisasi sangat diperlukan sebagai bagian dari komponen produk yang berbasis teknologi.

Memenuhi standarisasi yang sesuai tentu perlu didorong dengan teknologi dan inovasi dalam suatu proses produksi. Di era pasar bebas sekarang ini, dengan perkembangan arus teknologi dan informasi yang deras melaju, negara produsen tidak bisa lagi bergantung dengan penentuan harga produk yang murah. Negara produsen harus sudah melirik pemanfaatan teknologi inovasi dalam menghasilkan produknya, sehingga kegiatan produksi dapat berjalan seefektif mungkin dengan hasil produksi yang optimal dan berdaya saing. Pengembangan teknologi mutlak diperlukan agar dapat bersaing di perdagangan internasional. Pemanfaatan teknologi yang capable akan menunjukkan kemampuan negara produsen dalam menerapkan jaminan mutu yang sesuai standar pada barang dan jasa yang dihasilkannya.

Kapabilitas teknologi dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mengelola teknologi baik yang sudah dimiliki maupun perubahannya. Kapabilitas teknologi mencakup beberapa aspek penting yaitu kapabilitas operatif, kapabilitas suportif, kapabilitas akuisitif dan kapabilitas investasi dan inovatif. Kapabilitas operatif adalahkemampuan untuk mengatur fasilitas untuk mendapatkan produk yang sesuai kualitas dankuantitasnya. Kapabilitas suportif adalah kemampuan untuk mengelola proyek, akses finansial, marketing, R & D dan fasilitas uji. Kapabilitas inovatif adalah kemampuan untuk mengadopsi, duplikasi dan meningkatkan teknologi yang ada. Kapabilitas investasi adalah kemampuan untuk menyediakan dukungan financial serta kapabilitas akuisitif berkaitan dengan kemampuan mempelajari dan meniru teknologi lain.

Saat ini persaingan dalam pasar global bisa direduksi dengan persaingan dalam pemanfaatan teknologi. Negara-negara yang mampu memanfaatkan teknologi seefisien mungkin dalam proses produksinya faktanya mampu merebut pasar internasional. Contohnya, bisa dilihat pada negara gajah putih Thailand. Tak dapat dipungkiri saat ini pertanian Thailand tengah berada pada roda kemajuan. Program Pertanian dengan Input Luar Tinggi atau dikenal dengan High Eksternal Input Agriculture (HEIA) yang diterapkan oleh pemerintah Thailand terbukti mampu meningkatkan hasil produksi dan menggurangi penggunaan tenaga kerja. Meskipun tak dapat dipungkiri kesejahteraan personal petani Thailand belum memenuhi standar. Sedangkan di Indonesia sendiri, lemahnya penggunaan teknologi serta sumber daya manusia yang kurang berdaya saing menyebabkan produk-produk Indonesia seringkali kalah bersaing di pasar internasional. Ditambah belumnya proses standarisasi pada produk Indonesia yang mumpuni sehingga jaminan mutu yang diharapkan tidak sesuai.

Dari berbagai pembahasan sebelumnya maka dapat ditarik benang merah bahwa proses standarisasi memegang peranana penting dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu produk di pasar internasional. Pemanfaatan teknologi pada standarisasi akan mendorong proses pemenuhan jaminan mutu suatu porduk sehingga dapat sesuai dengan standar yang telah disepakati. Pemanfaatan teknologi dalam upaya standarisasi akan melindungi produk baik dalam perdagangan internasional dan nasional.

III. PENUTUP

Kapabilitas teknologi sangat mempengaruhi upaya standarisasi suatu produk. Standarisasi merupakan faktor yang juga turut berpengaruh pada proses perdagangan internasional. Standarisasi akan mendorong produk yang dipasarkan agar dapat bersaing di kancah internasional termasuk melindungi produk dari serangan produk asing di perdagangan dalam negeri.

Karena Air Tak Pernah Merasa Kehilangan


Pagi itu, mentari tak menampakkan sinarnya. Sejak dinihari hujan telah mengguyur bumi, melenakan manusia untuk tetap terjaga dalam mimpinya dari balik selimut. Seorang gadis duduk termangu dari balik jendela kamarnya, menatap derasnya sang hujan dengan perasaan kosong. Sesekali tetes-tetes air jatuh menerpa kaca kamar karena hujan disertai angin yang cukup kencang. Sigap ia segera menempelkan telunjuk pada tetes air tersebut. Perlahan jarinya mengikuti gerak tetes air, lamban, sampai perjalanan air itu akhirnya membentur sisian kayu jendela.
Samar-samar gadis tersebut mendengar suara seorang wanita memanggilnya dari balik pintu. Sekilas ia menatap pintu kamarnya yang tidak membuka sejak kemarin siang. Ada perasaan takut yang menjalari gadis tersebut bila ia memutar kenop pintunya. Dia tak akan berani menerima apapun yang terjadi di balik pintu itu. Di luar sana, ada banyak hal yang berubah dan ia tak punya cukup kekuatan untuk menghadapinya. Gadis itu kembali mengalihkan pandangannya ke jendela, tetapi suara dibalik pintu itu belum juga hilang. Malah semakin mengeras diikuti ketukan bertubi.
“Tira..! Tira..buka pintunya sayang! Kamu harus makan, seharian kemarin kamu mengurung diri di kamar, Ibu khawatir! Kita sarapan, Ibu udah buatkan nasi goreng kesukaan kamu. Setelah itu, Ibu antar kamu ke sekolah sebelum berangkat ke kantor. Ok?”
Tira tak sepenuhnya mendengar perkataan Ibunya, tapi telinganya menangkap jelas suara Ibunya parau menahan emosi dan tangis.
“Tira..sejak kapan kamu gak dengar perkataan Ibu? Kamu mau Ibu berdiri terus di sini, begitu? Baiklah Ibu tunggu sampai kamu mau buka pintu..!” teriak Ibunya lagi.
Tira menoleh, kembali menatap pintu kamarnya, lama. Jangan lakukan hal yang bodoh, Bu, gumam Tira dalam hati. Hening.
“Tira..” panggil Ibu kembali. Tira mendesah, ia beringsut dari tempatnya duduk. Berjalan perlahan. Dari balik pintunya, Tira belum berniat memegang handle pintu kamarnya.
“Tira gak ingin keluar..! Pergilah kerja, setelah itu urus perceraianmu dengan laki-laki itu..” ujar Tira datar tanpa emosi.
Ibu terkesiap mendengar perkataan Tira, “sejak kapan kamu memanggil kedua orang tuamu dengan panggilan asing seperti itu?”tanya Ibu.
“Tapi orangtua tak pernah mengabaikan perasaan anaknya..” bantah Tira dengan suara bergetar.
“Ibu mohon sayang, buka pintunya! Kamu sudah cukup besar untuk belajar berlapang dada menerima semua keputusan orang-orang yang kamu sayangi..!” pinta sang Ibu.
Satu tetes bening tiba-tiba mengalir di pipi Tira mendengar perkataan Ibunya, tangannya cepat mengusap. Namun, satu tetes kembali menitik, Tira kembali mengusap. Lagi jatuh, kini semakin deras dan Tira tak mampu lagi mengusapnya. Tira akhirnya memutar kenop pintunya, ia tak bisa lagi bertahan. Dilihatnya sang ibu yang terduduk lesu. Tak lama Ibu bangkit menatap anak gadisnya satu-satunya.
“Tapi Tira gak pernah merasa belajar untuk kehilangan..!” ujar Tira dengan tangis menjadi-jadi. Seketika Ibu langsung mendekap Tira erat. Tak kuasa Ibu menahan tangisannya.
“Maafkan Ibu sayang..!” bisiknya tepat di telinga Tira.
Pukul 15.00 bel tanda pulang bergema ke setiap sudut SMP Nusa Pertiwi. Pak Ginting mengakhiri pelajaran biologi dengan setumpuk tugas. Setelah berdo’a dan menggucap salam, para siswa pun berhamburan pulang. Tira merapikan buku pelajaran dengan perasaan malas. Bila boleh, ia tak ingin dulu jam pelajaran berakhir. Bila boleh, ia tak ingin pulang ke rumah. Rumah, bagi Tira kini hanya sebuah tempat yang selalu memaksa air matanya mengalir. Rumah, kini telah menjadikannya sosok yang cengeng. Rumah, kini berubah menjadi hal yang akan merenggut kebahagiaannya. Bahkan lebih cepat dari yang bisa ia perkirakan.
“Ibu akan pastikan bahwa tidak ada yang berubah meski orangtuamu bercerai. Kamu percaya pada Ibu kan?”. Perkataan Ibu saat mengantar sekolah tadi pagi kembali terngiang-ngiang di telinga Tira. Entah mengapa, janji sang Ibu tak lantas membuat Tira menerima begitu saja perceraian orangtuanya. Mungkin memang bisa saja tak ada yang berubah, tapi tetap saja dirinya menjadi tak utuh. Seharusnya Ibu dan Ayahnya tahu, kebahagiaan terbesar bagi seorang anak adalah keutuhan keluarga dan keharmonisan orangtua. Tira mendesah, dialihkannya pandangannya ke luar. Rintik hujan kembali menemaninya. Sehari ini hujan memang tak berhenti-henti membasahi semesta seolah ia tahu bahwa Tira tengah bersedih dan ingin turut menemaninya menangis. Jahat sekali, pikir Tira. Tak berapa lama, Tira pun bangkit. Ia berjalan gontai menyusuri koridor sekolah yang memang sudah lengang. Jauh di depan, ia melihat sesosok laki-laki tengah berjalan ke arahnya. Tira menghentikan langkahnya, memperhatikan sosok yang mendekat itu.
“Ibumu memintaku untuk menjemputmu..!” ujar sosok itu setelah berada di depan Tira.
Tira merasa tak perlu menjawab perkataan Hardi, pamannya yang saat ini masih duduk di bangku kuliah semester lima. Tira hanya menatap sekilas kemudian melenggang pergi. Om Hardi mengikuti dari arah belakang. Hujan semakin deras ketika Tira berdiri di pos satpam tak jauh dari gerbang sekolah. Ia mau tak mau harus menunggu hujan reda daripada pulang dengan basah kuyup.
“Sampai kapan kamu terus bertingkah seperti anak kecil?”Hardi membuka pembicaraan karena sedari tadi Tira tak membuka mulut sepatah katapun.
Tira menatap pamannya tajam. “Sikap sedewasa apa yang kalian harapkan dari anak perempuan berusia 15 tahun?” Tira balik bertanya.
Hardi tersenyum hambar mendengar perkataan keponakannya. “Kamu gak bisa menyalahkan kedua orangtua kamu, Ra..! satu hal yang harus kamu tahu, kebahagiaan tidak berasal dari bagaimana kondisi di sekitar kita, tapi bagaimana kita selalu berpikir positif setidak menyenangkan apapun keadaan di sekeliling kita..”
Hening.
Hardi tak lepas memandang keponakannya, “kebersamaan itu memang indah, tapi adakalanya perpisahan akan lebih baik daripada bersama dan saling menyakiti. Suatu hari, bila kamu dewasa, kamu akan mengerti mengapa kedua orang tuamu memilih berpisah.”
Tira mendongak seolah meminta sebuah keyakinan pada pamannya. “Aku sayang Ibu dan Ayah..”ucap Tira nyaris tak terdengar.
Hardi melangkah lebih dekat pada Tira, lalu mengelus lembut kepalanya. “Mereka jauh menyayangi kamu, Ra! Kamu percaya, Om kan?”
Tira mengangguk pelan. Air mata kembali merembes membasahi pipinya. Matanya tak lepas memandang deras air yang mengalir di selokan yang berada tepat di depan pos satpam. Tira tetap tak mengerti mengapa kedua orangtuanya memilih bercerai.
“Om..?”lirih Tira parau
“Mmm..”
“Bukankah air di bumi ini ada pada jumlah yang tetap?”
Hardi berpikir sejenak, “Iya,” jawabnya singkat.
“Kalau begitu aku ingin menjadi air saja..” balas Tira sambil terus memperhatikan tetes-tetes hujan yang jatuh ke selokan.
“Maksud kamu?”
“Air, selalu utuh. Dia mungkin tak pernah kehilangan, selalu dalam jumlah yang tetap. Air meski berubah ke dalam bentuk apapun, tapi selalu bersama, dia tak pernah merasa kehilangan. Aku harap keluargaku seperti itu..”
“Tapi air tak punya perasaan memiliki, Ra..”
Tira mendesah, “mungkin, tapi bersama tanpa rasa cinta masih lebih baik daripada terbunuh sepi sendiri. Aku gak pernah mau sendiri, Om! Hal yang paling aku takutkan adalah merasa kehilangan. Aku ingin jadi air, karena air tak pernah merasa kehilangan.” Tanpa menunggu respon Hardi, Tira berjalan menembus deras hujan sore itu, ia berharap hujan mampu menyublimasi dirinya menjadi tetes-tetes hujan. Meski jatuh dan terseok-seok, air tak pernah merasa kehilangan. Itulah yang diinginkan Tira, ia tak mau kehilangan apa yang telah dimilikinya. Keutuhan keluarga.

Perempuan yang Menanti

Setiap pagi, setiap hari, aku selalu duduk di teras rumah, menunggumu. Pagi itu, pukul 05.00, seperti biasa aku selalu dibangunkan oleh Ibu. Beliau mengajakku untuk shalat shubuh bersama, setelah itu Ibu akan segera membereskan rumah, sedangkan aku kembali ke kamar, merapikan diri sebelum bersiap untuk menunggu waktu kehadiranmu. Ku buka lemari baju, ku ambil gaun putih yang dua bulan lalu kita beli bersama. Hati-hati ku kenakan gaun tersebut dan oh, gaun ini semakin longgar di tubuhku. Sepertinya aku telah cukup lama menunggumu sampai kehilangan banyak bobot tubuh. Semoga kau tak jadi kecewa karena aku semakin kurus.
Tepat 07.30, aku keluar kamar mengenakan gaun putih lengkap dengan bunga di tanganku. Aku sedikit kecewa karena ibu mengganti bunga mawar putihku dengan bunga lili plastik yang dibelinya di supermarket beberapa hari yang lalu. Sayang, aku pun tak pandai menyanggul, sehingga rambut panjangku harus ku biarkan terurai begitu saja. Ku lihat Ibu sedang sibuk mempersiapkan sarapan di dapur. Suasana rumahku sepi, aku adalah anak tunggal dari seorang single parent. Ayahku telah meninggal saat aku masih duduk di kelas dua SD. Mantap aku melangkah ke luar rumah. Ku pegang handle pintu kemudian menariknya dan byar, mentari pagi langsung menyambutku dengan sinarnya yang hangat. “Selamat pagi dunia..” ucapku pelan, lebih pada diriku sendiri. Perlahan aku pun duduk di salah satu kursi yang terbuat dari anyaman bambu di teras rumahku.
Aku siap menunggumu hari ini, sesiap hari-hari kemarin yang sudah ku lewati. Aku selalu menunggu di sini, setiap hari, dengan pakaian yang sama, di waktu yang sama, di kursi yang sama. Seperti hari itu. Dua minggu yang lalu. Berkali-kali ku lirik jam yang melingkar di tangan kiriku, ku cek kembali handphone yang sedari tadi erat ku genggam, aku nyaris pingsan saking gelisahnya. Sudah satu jam terlambat, aku sudah tak sabar untuk menunggumu. Aku berjalan mondar-mandir sambil sesekali melirik ke arah jalan, tapi belum ada tanda-tanda kamu dan rombonganmu tiba. Ibu menghampiriku, memelukku yang luar biasa gelisah. “Dia pasti datang, sayang! Dia pasti terjebak kemacetan..!” ucapnya tepat ditelingaku. Aku mengangguk, meyakini bahwa perkataan ibu adalah benar. Bahwa kau hanya terjebak kemacetan, bahwa dalam beberapa menit lagi kau pasti datang. Ku tekan sebuah nomor di ponselku untuk memastikan keberadaanmu dan shit, aku tersambung ke mailbox. Aku semakin gelisah, tanganku mulai gemetar tanpa sebab. Aku menatap ibu seolah meminta ketenangan. Ibu lagi-lagi menggenggam tanganku, “pasti seharian kemarin dia mempersiapkan segala yang terbaik untukmu sampai dia lupa untuk mengcharge hpnya..” tutur ibuku lagi sambil tersenyum.
Ibu kemudian menuntunku masuk ke dalam rumah, di ruang tamu seluruh anggota keluargaku telah menunggu. Sama sepertiku, merekapun tampak gelisah menunggumu. Berbagai pernak-pernik yang bertebaran di ruangan itu semakin membuatku tak karuan. Tiba-tiba seorang lelaki menyeruak masuk ke rumahku dengan terengah-engah dan tanpa tedeng aling-aling ia langsung berteriak tepat di depanku, tepat di sekeliling anggota keluargaku. “Bisma kecelakaan, mobilnya jatuh ke jurang..!” Seketika aku merasa sekelilingku tampak memudar, perlahan hitam mulai memenuhi penglihatanku, lalu menjadi gelap dan aku pun tak sadarkan diri.
Ah, aku tahu itu semua kebohongan. Aku tak pernah melihat jasadmu yang terbujur kaku. Aku percaya, hari itu kau hanya kecelakaan biasa, kau hanya perlu beristirahat sebentar. Tapi ini sudah dua minggu, separah apakah lukamu sampai di waktu yang selama ini kau belum juga sembuh dan datang menemuiku?? Tapi aku tak akan lagi gelisah, aku tak akan membiarkan seseorang mempermainkan aku dengan lelucon kematianmu lagi. Aku akan duduk manis dan terus menunggumu, karena aku yakin sebentar lagi kau pasti muncul dari balik pagar rumahku. Aku melirik jam tangan yang sama dengan yang ku kenakan saat berita bohong itu sampai ke telingaku. Sudah satu jam aku menunggumu, tapi sepertinya kau belum bisa datang. Kecelakaan itu ternyata membuatmu harus beristirahat lebih banyak dari yang ku perkirakan. Sebuah tangan kemudian menyentuh pundakku. Aku mendongak, tampak Ibu tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
“Asha, sudah nak! Kita masuk ya, udara masih cukup dingin! Gak baik buat kamu, yuk..” ajak Ibu.
“Asha gak apa-apa kok, Asha masih mau nunggu Bisma..!” jawabku tanpa memandang Ibu.
“Asha..!” lirih Ibu seraya merangkulku erat. Airmatanya merembes, aku bingung mengapa Ibu tiba-tiba menangis dan aku tak tahu harus berbuat apa.
“Ibu..Ibu kenapa?” tanyaku mencoba melepaskan diri dari rangkulannya.
Ibu mengusap airmatanya, “Kita masuk yuk, kamu belum sarapan!” lanjut Ibu sambil menarik tanganku sedikit memaksa. Aku menahan diri.
“Tapi..”
“Selesai makan, kamu istirahat! Nanti kalau Bisma udah datang, Ibu kasih tahu kamu, ya?” bujuk Ibu lagi.
Aku menatap Ibu dengan mata berbinar. “Bener, Bu? Yaudah kalau gitu, Asha makan, udah gitu istirahat. Sebenernya Asha juga cape, Bu, tapi Asha gak mau kalo nanti Bisma dateng Asha malah gak ada. Makanya Asha bela-belain nunggu, hemm..” kataku sambil masih dituntun Ibu. Tapi kemudian Ibu menghentikan langkahnya. Berbalik menatapku lekat.
“Asha, sampai kapan kamu bohongi diri kamu sendiri..!” ucap Ibu pelan nyaris tak terdengar. Mendengar itu, aku tak terima. Emosiku tiba-tiba saja meninggi.
“Ibu, kenapa sih?! Ada yang salah? Ibu sendiri yang bilang bahwa Bisma akan datang dan Asha percaya bahwa Bisma pasti datang. Ibu jangan ikut-ikutan mengarang cerita bahwa Bisma udah mati..!” teriakku.
“Asha, tapi kenyataannya Bisma gak akan pernah datang sayang! Ibu mohon, terima nak, ikhlaskan..!” Ibu memelukku erat. Entah mengapa pelukan Ibu terasa seolah cengkeraman yang menyakitkan. Aku mencoba melepaskan diri.
“Bisma belum mati. Selama Asha gak lihat jasadnya berarti Bisma masih hidup. Dia selalu ada buat Asha. Dia pasti datang, dia pasti datang..! Semuanya bohong, Ibu bohong, mereka bohong! Bisma gak akan meninggalkan Asha sendiri, dia pasti datang, pasti!” teriakku makin menjadi sambil terus berusaha melepaskan diri. Tetapi aku masih terlalu lemah untuk melawan kekuatan tangan Ibu. Lelah, akhirnya aku menyerah dan bersimpuh di lantai. Ibu masih memelukku erat dengan tangisnya yang membuncah.
“Dia pasti datang..!” lirihku dengan suara yang hampir habis.
“Iya, iya Bisma pasti datang! Sekarang Ibu antar kamu ke kamar ya..!” kembali Ibu membujuk dengan suara sesenggukkan.
Aku mengangguk.
Akhirnya Ibu membopongku ke kamar. Ibu menidurkan aku di tempat tidur yang juga masih sama seperti dua minggu yang lalu. Sebelum pergi Ibu mengecup keningku lama lalu bergegas meninggalkan kamar. Tubuhku masih letih. Kondisiku memang tak sebaik biasanya. Dua minggu terakhir kesehatanku menurun drastis dan yang paling aku takutkan adalah Bisma. Dia adalah orang yang paling mencemaskan aku bila kesehatanku terganggu. Dia adalah yang paling cerewet masalah makan dan tidurku. Bisma. Sudah dua minggu kau pun tak menghubungiku. Pokoknya, bila kau datang nanti, akan ku marahi, pikirku.
Pelan-pelan, aku mencoba bangkit dari tempat tidurku. Ku pandang wajahku lekat-lekat di cermin. Gaun ini, sekalipun belum pernah kau melihatnya. Kau pernah bilang bahwa aku pasti akan sangat terlihat cantik mengenakan gaun ini dan aku sangat ingin kau melihatnya. Tapi mungkin tidak hari ini. Besok kau pasti datang bukan? Atau mungkin lusa? Kapanpun, aku yakin kau pasti datang. Perlahan ku lepas gaun berwarna putih itu dan berganti pakaian tidur. Ku gantung kembali di lemari untuk ku kenakan lagi besok. Ku rebahkan kembali tubuh ringkihku di ranjang, lalu ku pejamkan mata. “Telah lama aku menunggu. Biarkan mataku terpejam agar aku bisa melihatmu. Maafkan aku, Allah..” gumamku dalam hati. Perlahan sepertinya lelahku melebur, tubuhku serasa ringan terangkat. Aku melayang. Bila kau tak pernah datang, maka biarkan aku yang menemuimu.

04/11/11

Sebuah Analogi : Bukan Kisah Sebenarnya

Saya kira cinta dapat tumbuh dari proses interaksi yang panjang dan lama. Mungkin benar, tapi kasus saya adalah sebuah pengecualian. Dua tahun saya hidup dengannya, berbagi apa yang mungkin bisa saya bagi. Ruang dan waktu. Namun perasaan cinta itu tak kunjung terbit. Saya masih tak dapat merasakan rasa dari kebersamaan ini. Saya tak juga menemukan sebuah perasaan yang mungkin tumbuh dari sebuah interaksi kebersamaan yang telah cukup panjang. Dia, yang hampir 24 jam berada disamping saya, masih terasa asing. Saya tak menemukan apa yang saya cari pada dirinya. Dia, belum juga mampu mengalihkan haluan saya dari dermaga yang ingin saya singgahi. Entah, siapa yang sebenarnya salah? Dia, memang sosok yang tanpa cela bahkan mungkin istimewa, tetapi dia belum punya kemampuan mencuri perhatian saya. Berulang kali saya menata ulang hati saya untuk dapat mencintainya, tapi saya kembali pada kesimpulan: saya belum bisa.

Saya tak mungkin lari dan pergi begitu saja meninggalkan dia. Jelas, saya tak punya cukup alasan kuat untuk melakukan itu. Lagipula apa yang akan orang katakan terhadap saya? Perempuan tak tahu diri? Tak tahu diuntung?? Bahkan saya mungkin akan dicap sebagai anak yang tak berbakti. Tak ada pilihan lain selain menjalani kebersamaan ini. Hingga sekarang saya masih berusaha mencari celah, dari sisi manakah padanya yang bisa saya jatuhi cinta. Lama saya berpikir, akhirnya saya sampai pada satu pemahaman, bahwa terkadang sebuah kebersamaan tidak selamanya harus bersandar pada perasaan saling mencintai. Pada situasi tertentu, terkadang kebersamaan tak lebih sekedar janji, kewajiban, tuntutan yang –mau tak mau- harus dijalankan. Saya mungkin tak punya cinta untuknya, hanya saja entah mengapa saya merasa bertanggung jawab terhadapnya. Toh, sebuah kebersamaan tanpa cinta akan lebih baik daripada selalu sendiri.

Ketika saya mengenakan sebuah topeng.